Menyemai Kasih di Tengah Perang


Judul:
Kei; Kutemukan Cinta di tengah Perang
Penulis: Erni Aladjai
Penerbit: Gagas Media
Tebal: 250 hal
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, 2013
Resensator: Fahmi Ashshidiq

Tragedi Ambon yang terjadi pada kurun waktu 1998 s/d 2000 telah memakan banyak korban dan menyebar luas ke berbagai daerah, termasuk di bagian Tenggara Kepulauan Maluku, Kei.

Kei sebuah kepulauan dengan keragaman budaya dan keyakinan mampu disatukan oleh adat yang turun temurun dari nenek moyang. Di sana hidup berdampingan antara umat Islam dan Kristen. Tak ada pertikaian, tak ada kecurigaan, semua hidup damai dan rukun. Penduduk Kei yakin, kerusuhan Ambon tak akan sampai ke daerah mereka.

Kepercayaan adat Kei yaitu, Muur nai, suba tai, larangan untuk menyumpah-nyumpahi atau mengata-ngatai orang lain. Hebang haung, larangan mencelakakan orang lain, niat jahat dilarang sejak dalam pikiran. Rasung smu-rodang, larangan mencelakakan orang lain dengan ilmu hitam, sihir dan tenung. Kef bangil, melarang seseorang memukul dan meninju orang lain.

Tevh hai sung tavhat, melarang seseorang melempar, menikam dan menusuk. Fedan na, tet wanga, larangan keras seseorang membunuh, memotong dan memancung. Dan Tivak luduk, melarang seseorang mengubur dan menenggelamkan orang lain hidup-hidup.

Selain itu ada juga wasiat leluhur Kei yang dipegang teguh, khususnya kaum lelaki, “Jangan sekali-kali menumpahkan air mata perempuan, air mata perempuan adalah air mata emas.”

Sampai pada suatu ketika, warga Desa Let dan Ngur menyerang Pulau Elaar. Segerombolan orang membawa parang panjang, menggenggam batu, membawa buluh runcing dan memanggul senapan seraya berteriak. Seketika warga kampung menjadi panik, orang-orang keluar dari ambang pintu dengan kalang kabut. Kampung menjadi kacau, keluarga tercerai berai.

Kejadian itu juga telah merenggut persahabatan indah yang terjadi antara Namira dan Mery. Sebuah kisah persahabatan yang tulus penuh kasih sayang tanpa memandang perbedaan agama, Namira muslim dan Mery Kristen. Keduanya menggambarkan bagaimana kehidupan di Kepulauan Kei, yang penuh kasih dan menjunjung tinggi adat istiadat. Siapapun orangnya, apapun agamanya, harus patuh dan tunduk terhadap adat Kei. Ini juga yang menjadi kunci hidup rukun dan damai. Tetapi kekuatan adat itu mendapat cobaan. Tanpa diduga kerusuhan di Ambon bisa masuk ke daerah mereka.

Namun begitu, di tengah kerusuhan yang semakin melebar ke beberapa pulau, ada seorang relawan bersama warga lainnya yang berusaha mewujudkan perdamaian di Kei. Di tengah perang saudara itu juga, lahir sebuah cerita romantis antara Namira dan Sala, pemuda Kristen asal desa Watran. Keduanya terlibat sebagai relawan yang membantu para pengungsi.

Seperti Kei yang dilanda tragedi, cinta keduanya pun tak berjalan mulus. Mereka terpisah ketika ada penyerangan ke Desa Watran, tempat Namira dan penduduk lainnya mengungsi. Namira terbawa oleh rombongan yang mengungsi ke Makassar, sedangkan Sala ikut temannya Edo merantau ke Jakarta.

Akhirnya kerusuhan itu bisa diselesaikan dengan dilaksanakannya Vehe Belan, sebuah ritual adat untuk memadamkan pertikaian antara satu desa dengan desa lainnya dengan sama-sama mengakui kesalahannya. Warga kampung yang saling bertikai saling mengunjungi dan membentuk barisan dengan gerakan seperti orang mendayung perahu. Kei bisa damai kembali.

Dalam kisahnya juga diceritakan bahwa kerusuhan Ambon bukan karena konflik antar-agama, tetapi karena sebuah scenario yang telah dirancang oleh “Tuan Iblis. Dengan memanfaatkan kaum muda, tumbangnya Soeharto dan krisis moneter. Berawal dari pertikaian antar pemuda mabuk yang berebut lahan parkir, berebut pacar kemudian bergeser menjadi isu pembakaran masjid dan pengebiman gereja. Padahal masjid dan gerejanya tidak apa-apa. Semua itu berjalan mulus didukung para pengkhianat Negara dengan tujuan memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bahasa dalam novel ini ditulis dengan indah oleh Erni Aladjai. Tak perlu diragukan, penulis telah memenangi lomba penulisan cerpen JILFest tahun 2011 dan sayembara cerber Femina pada tahun 2012. Ilustrasi tentang bagaimana kondisi geografis dan sosial masyarakat Kei dilukiskan dengan indah dan nyata, seolah kita bisa melihat langsung. Sebuah pulau yang penuh keindahan dan kedamaian.

Novel ini disusun dan ditulis dengan serius. Penulis telah melakukan riset mendalam dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang tragedi Ambon demi mendukung jalannya cerita. Tak salah jika kemudian karyanya ini mendapat penghargaan pemenang unggulan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2012.


Sangat layak dibaca oleh semua orang, demi tercapainya perdamaian di seluruh tumpah darah Indonesia dengan belajar kepada adat dan kepercayaan masyarakat Kepulauan Kei. []
Menyemai Kasih di Tengah Perang Menyemai Kasih di Tengah Perang  Reviewed by Fahmi ASD on 09.25 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.