Memasuki angka
sepuluh (10) untuk Writing Challenge membuat sedikit berfikir, kira-kira hendak
dilanjutkan atau cukup sampai di sini? Dari hasil evaluasi bersama anggota,
diputuskan untuk tetap dilanjutkan sampai batas waktu yang tak ditentukan,
dengan tambahan beberapa varian. Semua demi menggugah semangat membaca, diskusi
dan menulis. Dan di #WC10 ini dipilih tema Surat Cinta untuk UIN Walisongo. Oke,
markitkem, mari kita kemon!
***
Dear, UIN
Walisongo.
Kabar baik bukan? Semoga begitu, karena tanggungjawab besar ada di pundakmu. Sebagai laboratorium ilmu pengetahuan (baca: universitas) kau tak boleh sakit, harus sehat selalu. Percaya atau tidak, sederetan kata yang ku susun ini adalah surat pertama yang ku tulis selama belajar dan ngalap berkah di rumahmu, Kampus Hijau. Bukan kutulis untuk siapapun, tapi untukmu, UIN Walisongo.
Kabar baik bukan? Semoga begitu, karena tanggungjawab besar ada di pundakmu. Sebagai laboratorium ilmu pengetahuan (baca: universitas) kau tak boleh sakit, harus sehat selalu. Percaya atau tidak, sederetan kata yang ku susun ini adalah surat pertama yang ku tulis selama belajar dan ngalap berkah di rumahmu, Kampus Hijau. Bukan kutulis untuk siapapun, tapi untukmu, UIN Walisongo.
Mungkin isi suratku ini akan sedikit membuatmu mengernyitkan dahi, memicingkan mata, atau garuk-garuk kepala. Tapi, percayalah ini tulus dari lubuk sanubari terdalam.
Bolehlah aku mengawali suratku ini dengan sebuah cerita.
Baru saja aku membaca sebuah berita di beranda facebook, datang dari kota kelahiranku, Grobogan. Dikabarkan bahwa Bupati baru Grobogan, Sri Sumarni telah resmi dilantik oleh Ganjar Pranowo. Dalam kesempatan itu (baca: pelantikan), Pak Gubernur Jateng berpesan kepada Sang Bupati. Kau tau apa pesannya?
Pak Ganjar meminta Bu Gubernur - seperti diberitakan groboganonline.com, untuk membuka saluran komunikasi khusus untuk melayani laporan/keluhan warga masyarakat. Pak Ganjar saat itu meminta agar Bupati Grobogan membuat akun Twitter dan menyiapkan nomor khusus untuk SMS dan telepon guna merespon secara cepat semua keluhan maupun permasalahan warga.
Seperti yang sudah dilakukan oleh Pak Ganjar, yaitu membuka akun twitter, facebook, email, website dan nomor layanan SMS centre serta nomor telepon khusus yang memungkinkan masyarakat Jawa Tengah untuk bisa berinteraksi dengan gubernur secara langsung. Semua saluran komunikasi tersebut terbuka untuk semua keluhan layanan publik yang dirasakan oleh masyarakat.
Aku membayangkan seandainya UIN Walisongo menerapkan kebijakan seberti itu. Menyampaikan informasi dan melayani keluhan mahasiswa dengan memanfaatkan teknologi terkini. Bisa dimulai dari bapak-bapak pimpinan kampus mengaktifkan akun-akun media sosial semacam facebook atau twitter. Mulai dari Rektor, Wakil Rektor, Ketua Biro sampai Dekan, Wakil Dekan dan birokrasi di tingkatan fakultas, bila perlu juga pak satpam. Biar nanti bisa saling like and share atau mention n retweet. Dengan model komunikasi semacam itu, aku yakin menjadikan hubungan antara birokrasi dengan mahasiswa lebih baik, menghilangkan sekat dan tembok besar yang selama ini menghalangi.
Aku lihat, ada sih beberapa dosen dan bapak-ibu birokrasi yang aktif di media sosial, tetapi cuma update foto-foto agenda kunjungan ke luar negeri atau foto pesta duren di dekanat ketika ada tamu dari luar negeri. Alangkah lebih eloknya jika yang dishare itu catatan hasil kunjungan atau beberapa tulisan popular/ilmiah. Katanya kampus berbasis riset? Mana gerakan literasinya?
Setelah bapak-ibu brokrasi memiliki akun medsos dan aktif menggungkannya, selanjutnya bisa diikuti oleh beberapa unit lembaga di UIN Walisongo, seperti PTIPD, Akademik dan Kemahasiswaan, LPPM sampai kepada Fakultas dan unit-unit lembaganya.
Memang sih sudah ada website walisongo.ac.id. Tapi coba deh lihat, tampilannya begitu membosankan dan monoton. Isinya hanya informasi lelang, beberapa berita dan khutbah Pak Rektor - yang aku lihat, postingan terakhirnya 10 September 2015. Saya fikir, setelah alih status dari IAIN ke UIN, aka nada perubahan dan pembaruan di tampilan rumah maya-nya. Ternyata hanya ganti logo dan tulisan UIN Walisongo saja.
Belum lagi jika bergeser ke Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Masya Allah. Di era digital ini, masih saja setia dengan pengumuman tempel, itu pun hanya di Dekanat. Adanya akun facebook dan twitter, bahkan website tak diberdayakan dengan baik. Dengan mahasiswa sekian ribu orang, akan lebih efektif jika memanfaatkaan media sosial dan website sebagai sarana penyampaian informasi, baik akademik, kemahasiswaan atau yang lainnya.
Menarik bukan ceritaku?
Ada juga yang (barangkali) membahagiaakan. UIN Walisongo meraih peringkat terbaik Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dan meraih penilaian kinerja terbaik di lingkungan Kementerian Agama dengan nilai 89,947. Seperti tertulis dalam laman walisongo.ac.id, Muhibbin selaku Rektor UIN Walisongo mengatakan, nilai ini bahkan melebihi nilai yang diberikan kepada kinerja pegawai di Kementerian Agama. Kami juga meraih peringkat ketiga untuk aspek institutional repository dari seluruh perguruan tinggi keagamaan di Indonesia. Bangga bukan?
Ya ya bangga, senang mendapat penghargaan. Sementara di kampus dua sudah lama sekali kekeringan. Kamar mandi di setiap pojok gedung tak ada air, padahal sudah masuk musim penghujan. Taman-taman tak terawat, jam kuliah yang sangat tidak manusiawi. Beberapa dosen antipati terhadap organisasi mahasiswa dan aktifis mahasiswa, lebih suka jalan-jalan ke luar negeri dan ngisi PLPG dari pada melaksanakan kewajibannya mengajar mahasiswa, atau yang seenaknya sendiri mengganti jam kuliah tanpa kesepakatan dan konfirmasi. Adanya jam malam yang semakin menyudutkan dan mengasingkan mahasiswa dari habitusnya.
Apalah arti semua (keluhan) itu, yang penting kan nama baik di luar sana. Di lingkungan PTKIN, UIN
Walisongo kampus Islam terbaik dan Nomor Satu versi Webomatric! Bangga?
Bangga UIN Walisongo?
Reviewed by Fahmi ASD
on
10.31
Rating:
Tidak ada komentar: