Pemuda Berbicara Desa

Membaca semangat dan gagasan pemuda membangun desa.

Peta Brabo dari Google Map

Hari masih gelap, mentari malu-malu menampakkan sinarnya, tetapi Yu Sarpi sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk keluarga. Pak Joko, suaminya pun sudah selesai sholat shubuh, ditemani secangkir kopi, menyiapkan segala keperluan untuk ke sawah.

Saiful anak semata wayang mereka juga sudah tidak ada di rumah. Sejak fajar tadi sudah pergi ke mushola, sholat shubuh berjamaah dilanjutkan mengaji Al Qur’an. Selesai mengaji, Ipul, begitu teman-teman memanggilnya ikut membantu emaknya di dapur sebentar kemudian bergegas untuk mandi, sarapan dan berangkat sekolah. Dia sudah duduk di kelas X Madrasah Aliyah.

Begitulah rutinitas sehari-hari di keluarga Pak Joko. Keluarga sederhana di desa kecil yang asri. Mungkin aktivitas semacam itu juga terjadi di banyak tempat di seluruh pelosok negeri. Orang tua bekerja sebagai petani, dan anaknya belajar di sekolah. Kalau beruntung bisa melanjutkan di perguruan tinggi.

Pun di desaku, Brabo. Desa kecil yang dikelilingi hijaunya sawah. Tanahnya yang subur bisa  ditanami berbagai macam palawija seperti jagung, kacang-kacangan, tembakau dan juga padi. Konon nama Brabo berasal dari kata mberah kebo (banyak ke­rbau). Entah benar atau tidak, nyatanya  sekarang tidak ada satu pun kerbau di desaku.

Selain tanahnya yang subur dan mayoritas warganya bertani, fasilitas pendidikan sangat memadai, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi tersedia. Ada PAUD, TK, SD, MTs/SMP, MA/SMA hingga perguruan tinggi yang merupakan cabang dari SETIA Wali Sembilan Semarang. Ada juga madrasah diniyyah, pondok pesantren dan Taman Pendidikan Al Qur’an yang tersebar di seluruh dusun. Ada lima dusun, Dukuh, Jagalan, Cangkring, Sekopek dan Bendungan.

Santri yang belajar di pondok datang dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Sumatera sampai Papua, bahkan pernah ada santri dari Malaysia.  Sampai-sampai yang memenuhi sekolah MTs dan MA adalah anak-anak rantau, yang asli daerah mungkin hanya sekitar 20% s/d 30% saja.

***

“Banyak juga pemuda desa kita yang sarjana atau masih kuliah. Setelah ku hitung ada sekitar lima puluhan orang,” Rohwan memulai obrolan santai di rumahnya. “Tapi dari jumlah itu, belum bisa memberi kontribusi maksimal untuk desa kita,” lanjutnya sambil nyruput kopi di depannya.

Shola yang berada di samping Rohwan menyimak dengan serius. Robin, duduk di sebelah saya asik bermain game di hapenya.

“Memang cukup banyak yang melanjutkan kuliah dan lulus,” kata Shola. “Tetapi mayoritas anak Brabo setelah lulus MA/SMA, bahkan ada juga yang hanya lulus MTs/SMP langsung merantau ke kota mencari kerja,” tambahnya.

“Ya itu menjadi salah satu problem,” ungkap Rohwan mencoba menganalisis.

“Selain itu, peradaban Brabo hanya terpusat di utara,” saya menambahi. Pondok Pesantren dan Madrasah terletak di Brabo utara, kampung Dukuh.

“Kalo aku, setelah berkeluarga nanti, gak akan hidup di Brabo,” kata Robin menyela. “Kaet mbiyen nganti saiki, dalane gak apik-apik,” lanjutnya memberi alasan diringi gelak tawa semua.

***

Di penghujung senja itu di bulan November, di rumah Rohwan, saya, Robin dan Shola sedang ngobrol santai tentang desa kami, Brabo. Kami mencoba membaca dan melihat keadaan, yang harapannya bisa memunculkan gagasan dan ide segar untuk diwujudkan. Sekalian temu kangen, karena biasanya terpisah jarak dan waktu.

Dari obrolan itu, saya berfikir, masyarakat Brabo memaknai sekolah hanya dari sisi formalitasnya, setelah lulus mendapat ijazah. Bukan dari sisi proses pembelajarannya, sebagai upanya pengembangan potensi anak. Hal ini bisa dilihat dari lulusan MTs/MA, sedikit yang melanjutkan ke pendidikan tinggi atau bekerja sesuai bidang keilmuannya. Pemuda-pemuda desa lebih memilih merantau ke luar kota mencari kerja. Kebanyakan dari mereka menjadi kuli bangunan, buruh pabrik atau merantau ke luar jawa.

Adanya madrasah dan pondok pesantren, tetapi hanya memberikan madu kepada para pendatang, mengambil segala manfaatnnya kemudian pulang ke kampung halaman.

“Saya pernah dengar, katanya akan didirikan SMK di Brabo,” ungkap Shola.

“Setuju itu, bisa membekali pemuda dengan skill profesional,” tambah saya.

Memang pernah ada kabar akan didirikan SMK, tetapi sampai sekarang belum menjadi kenyataan. Menurut saya, dengan adanya SMK akan lebih memberikan banyak manfaat, khususnya kepada generasi muda Brabo. Karena dengan keterampilan profesional yang didapatkan, akan memberikan peluang lebih besar mendapat pekerjaan yang lebih layak. Misalnya di SMK ada jurusan otomotif, perbengkelan, pertanian atau lainnya.

“Kalau aku . ada keinginan membuat tanaman obat-obatan atau sayuran di setiap rumah warga,” Rohwan menyambung obrolan. “Sangat mubazir jika halaman rumah yang luas dibiarkan kosong,” imbuhnya.

Rohwan, meskipun lulusan Perbandingan Agama FUH UIN Walisongo, tetapi mempunyai perhatian yang besar tentang tanaman. Kalau semisal di setiap rumah mempunyai kebun tanaman sendiri, obat-obatan atau sayuran akan sangat bermanfaat. Bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari dan mengurangi pengeluaran.
“Katanya kemarin pengen buat program internet edukatif, kok ganti tanaman?” tanyaku kepada Rohwan.

“Iya, dua-duanya. Kalau bisa berjalan semua kan bagus.”

Internet memang sudah ada sejak dua tahun yang lalu. Selain di sekolah ada juga satu warnet di desa. Tetapi kalau itu bisa dijadikan sarana edukasi masyarakat akan lebih bagus. Misalkan sosialisasi tentang internet sehat, program kursus komputer berbasis internet, atau pelatihan pembuatan dan penggunaan blog, khususnya untuk siswa-siswa. Apalagi sekarang ada dana desa yang sudah mulai berlaku. Jika kita bisa ikut berpartisipasi aktif akan memberikan banyak manfaat untuk pembangunan desa.

Yo, mugo-mugo kabul”

“Amiin.”

***

Itu semua hanya obrolan yang lewat begitu saja, belum ada upaya untuk mewujudkannya. Saya masih berusaha menyelesaikan kuliah di FITK UIN Walisongo, Shola sudah menjadi Kepala Madrasah Aliyah di Lampung dan Rohwan bekerja di MTs Banat Tajul Ulum. Sedangkan Robin, tetap tingal di Brabo dengan istri dan seorang anak sambil jualan siomay keliling. []

 #WritingChallenge6 #KampungHalaman
Pemuda Berbicara Desa Pemuda Berbicara Desa Reviewed by Fahmi ASD on 18.01 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.